MAKALAH
AKUNTANSI KEUANGAN II
“LEASSING”
(Sewa Guna Usaha)
OLEH :
M
I S B A H R U D D I N
A
1 C 0 1 1 0 8 9
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur sayapanjatkan ke
hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya sayaselaku penyusun Makalah tentang LEASING (sewa guna usaha) dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan pada pembahasan materi
kali ini. Makalah
ini adalah tugas
yang sayatujukan kepada Dosen mata kuliah Akuntansi Keuangan II. Saya
berharap makalah ini
dapat bermanfaat dan memenuhi
kewajiban tugas mata kuliah
Akuntansi Keuangan II. Saya juga
menyadari bahwa Makalah ini LEASING (sewa guna usaha) ini masih perlu
ditingkatkan lagi mutunya dan informasinya. Oleh karena itu, saran dan kritik
sangat sayaharapkan.
|
PENDAHULUAN
Leasing bukan
merupakan fenomena baru, namun
di negara-negara berkembang,
inisiatif menawarkan
leasing bagi usaha
kecil dan mikro
masih sangat jarang.
Hal ini sangat mengejutkan mengingat
leasing memiliki manfaat
besar atas kredit.
Manfaat yang paling penting adalah
bahwa pengusaha dapat
memulai peralatan sebelum mereka benar-benar memilikinya. Artinya,
selama periode pembayaran angsuran
leasing, pengusaha telah dapat merealisasikan pendapatan ekstra
melalui penggunaan peralatan tersebut.
Manfaat lain adalah
bahwa leasing tidak menetapkan (atau
sangat sedikit) persyaratan agunan.
Ini adalah fitur
yang akan membuka
pintu bagi banyak
pengusaha sukses yang potensial
yang melihat aplikasi pinjaman mereka ditolak hanya karena tidak memiliki
agunan. Selain itu manfaat lainnya adalah risiko pengalihan dana – risiko yang
paling nyata bagi lembaga keuangan mikro – dapat dicegah dalam leasing,
mengingat pendanaan yang langsung diberikan untuk membeli peralatan tanpa
pernah melalui tangan lessee.
Adalah benar bahwa
skema leasing memerlukan sistem baru dan
latihan khusus untuk staf. Usaha ekstra ini yang
diperlukan untuk leasing
dapat mengarahkan lembaga keuangan pada pertanyaan –
kadangkala sudah pada tempatnya
– apakah
mereka dapat menawarkan leasing
pada suatu basis yang sehat. Ketidak-pastian tentang basis legal untuk leasing,
seperti halnya seputar perpajakan, dapat
juga mengecilkan hati lembaga keuangan dari mengembangkan suatu
produk leasing. Pedoman
ini mencoba untuk menyajikan
kepada pembaca dengan gambaran yang lengkap tentang pro dan contra leasing untuk usaha kecil dan mikro, mencakup
risiko-risiko untuk lembaga keuangan itu.
A.
PENGERTIAN
Menurut keputusan
bersama Menteri Keuangan,
Meneteri Perindustrian dan
Menteri Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/TV/74, Nomor 32/M/SK/2174, Nomor
30/Kpb/1/74 Tanggal 7 januari 1974, Leasing adalah
setiap kegiatan pembiyaan
perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk
jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala disertai dengan
hak pilih bagi perusahaan tersebut
untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa
yang telah disepakati.
Menurut Keputusan
Menteri keuangan Nomor
1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November
1991 tentang Kegiatan
Sewa Guna Usaha (Leasing),
leasing adalah kegiatan pembiyaan barang modal baik secara
leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun leasing tanpa hak opsi
atau sewa guna usaha (operating
lease) untuk digunakan
oleh lessee selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Yang
dimaksud finance lease adalah
kegiatan leasing dimana lessee pada akhir
kontrak mempunyai opsi
untuk membeli objek leasing berdasarkan
nilai sisa yang disepakati.
Sedangkan yang dimaksud
dengan operating lease adalah kegiatan leasing dimana lessee
pada akhir kontrak tidak memiliki hak opsi untuk membeli objek leasing.
CIRI KEGIATAN SEWA GUNA USAHA :
1. Perjanjian antara Lessor dengan Lessee
2. Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, lessor
mengalihkan hak penggunaan
barang kepada pihak lessee
3. Lessee membayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang (asset)
4. Lessee mengembalikan
barang tersebut kepada lessor pada akhir
periode yang ditetapkan
lebih dahulu dan
jangka waktunya kurang dari
umur ekonomis barang tersebut
B.
PERKEMBANGAN LEASING di
INDONESIA
Leasing di
Indonesia mulai muncul pertama
kali pada tahun 1974.
Pada awal kemunculan leasing ini
tidak menunjukkan suatu
perkembangan yang berarti.
Hingga tahun 1980 jumlah perusahaan
leasing yang ada hanya sebanyak 5
buah. Setelah itu
di tahun 1981 meningkat menjadi
8 buah perusahaan.
Perkembangan ini mencapai
puncaknya pada akhir tahun
1984 dengan jumlah
perusahaan sebanyak 48
buah. Hal yang
sangat menggembirakan adalah peningkatan
ini juga dibarengi dengan
peningkatan besarnya kontrak leasing yaitu sebesar Rp 436, 10 Milyar. Perkembangan
tersebut bisa dilihat di bawah ini.
Tahun
|
Jumlah
Perusahaan Leasing
|
Besar
Kontrak / Rp. Miliar
|
1990
|
5
|
22,6
|
1991
|
8
|
32,4
|
1992
|
17
|
135,6
|
1993
|
35
|
277,1
|
1994
|
48
|
436,1
|
Munculnya lembaga leasing ini
merupakan suatu alternatif
yang menarik bagi
para pengusaha karena saat
ini memang sulit
didapat dana rupiah untuk
jangka waktu menengah dan panjang.
Sedangkan melalui leasing mereka bisa memperoleh dana
untuk membiayai pembelian barang-barang
modal dalam jangka
pengembalian antara 3 tahun
hingga 5 tahun atau lebih.
Disamping itu para pengusaha juga memperoleh keuntungan
dari adanya peraturan yang berlaku dimana untuk
kepentingan pajak transaksi leasing diperhitungkan sebagai operating lease sehingga lease
rental dianggap sebagai biaya yang bisa mengurangi pendapatan kena pajak.
·
Ketentuan Modal Leasing
Ketentuan minimum
modal disetor untuk
pendirian suatu perusahaan
pembiyaan yang melakukan kegiatan
usaha leasing yang diatur
dalam Pakdes 20 Tahun
1988 dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988, dimana jumlah modal
disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagi berikut:
1.
Perusahaan swasta nasional
sebesar Rp 3 miliar
2.
Perusahaan patungan
Indonesia-asing sebesar Rp 10 miliar
3.
Koperasi sebesar Rp 3 miliar
C.
MEKANISME LEASING
Dalam transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4
pihak yang berkepentingan,
antara lain:
1.
Lessor
Yaitu perusahaan leasing
atau pihak yang memberikan jasa pembiyaan kepada pihak lesse dalam bentuk barang
modal. Dalam finance lease, lessor
bertujuan untuk mendapatkan kembali
biaya yang telah dikeluarkan
untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan
keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan
dari penyediaan barang
dan pemberian jasa-jasa yang berkenaan
dengan pemeliharaan dan
pengoperasian barang modal tersebut.
2.
Lesse
Yaitu perusahaan
atau pihak yang
memperoleh pembiyaan dalam bentuk
barang modal dari lessor.
Dalam finance lease, lesse
bertujuan untuk mendapatkan pembiyaan berupa barang
atau peralatan dengan
cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Sedangkan dalam
operating lease, lesse bertujuan dapat memenuhi peralatannya disamping tenaga
operator dan perawatan alat tersebut
tanpa resiko bagi lesse terhadap kerusakan.
3.
Pemasok
Yaitu perusahaan
atau pihak yang
mengadakan atau menyediakan
barang untuk dijual kepada lesse dengan pembayaran
secara tunai oleh
lessor. Dalam finance lease, pemasok
langsung menyerahkan barang
kepada lesse tanpa melalui pihak
lessor sebagai pihak
yang memberikan pembiyaan.
Sedangkan dalam operating
lease, pemasok menjual
barangnya langsung kepada
lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak secara tunai maupun secara berkala.
4.
Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian
kontrak leasing, pihak
bank atau kreditor
tidak terlibat secara langsung
dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana
kepada lessor. Dalam hal
ini, tidak menutup
kemungkinan pemasok menerima kredit dari bank.
6
|
Gambar mekanisme leassing
|
7
|
5
|
9
|
4
|
3
|
2
|
1
|
Lessor
|
Supplier
|
8
|
Keterangan gambar:
1. Lesse menghubungi pemasok untuk pemilihan dan penentuan jenis
barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas
barang yang akan disewa.
2. Lesse melakukan
negosiasi dengan lesor
mengenai kebutuhan pembiyaan
barang modal. Dalam hal ini,
lesse dapat meminta lease
quotation yang tidak mengikat
dari lessor. Dalam quotation terdapat
sayrat-syarat pokok pembiyaan
leasing, antara lain: keterangan barang, harga barang, cash
security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang
sewa (lease rental), dan persyaratan lainnya.
3. Lessor mengirimkan letter of
offer atau commitment
letter kepada lesse yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor
untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan lesse menandatangani dan
mengembalikannya kepada lessor.
4. Penandatangan kontrak leasing
setelah semua persyaratan
dipenuhi lesse dimana kontrak
tersebut mencakup hal-hal: pihak-pihak yang terlibat , hak milik, jangka waktu,
jasa leasing, opsi bagi
lesse, penutupan asuransi,
tanggung jawab atas
objek leasing, perpajakan jadwal
pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
5. Pengiriman order beli
kepada pemasok disertai instruksi
pengiriman barang kepada lesse sesuai dengan tipe dan spesifikasi
barang yang telah disetujui.
6. Pengiriman barang dan
pengecekan barang oleh
lesse sesuai peranan serta menandatangani surat
tanda terima dan perintah
bayar yang selanjutnya diserahkan kepada pemasok.
7. Penyerahan dokumen
oleh pemasok kepada lessor
termasuk faktur dan
bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
8. Pembayaran oleh lessor kepada pemasok
9. Pembayaran sewa (lease
payment) secara berkala oleh lessee
kepada lesor selama leasing yang
seluruhnya mencakup
pengembalian jumlah yang
dibiayai beserta bunganya.
D.
PENGGOLONGAN PERUSAHAAN
LEASING
Dalam
menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan leasing dapat digolongkan ke dalam
3 kelompok, anatar lain:
1.
Independent leasing
company
Perusahaan leasing
ini mewakili secara garis
besar dari industri
leasing dimana perusahaan ini
berdiri sendiri atau
independen dari pemasok
yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan
barang modal nasabahnya (lessee). Selain
itu, perusahaan dapat membelinya dari berbagai
pemasok atau produsen
yang kemudian disewa kepada pemakai. Lembaga keuangan yang
terlibat dalam kegiatan usaha leasing, adalah bank, perusahaan dan
lembaga keuangan lainnya yang disebut sebagai lessor independen. Contoh:
Adira, WOM, SOF (Summit Oto
Finance), FIF (Federal International Finance – Honda)
2.
Captive lessor
Sering juga
disebut dengan two party lessor yang melibatkan dua pihak, yaitu:
·
Pihak pertama
terdiri atas perusahaan
induk dan anak
perusahaan leasing (subsidiary)
·
Pihak kedua adalah lesse
atau pemakai barang SCaptive lessor ini akan
tercipta apabila pemasok atau
produsen mendirikan perusahaan leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya.
Hal ini dapatterjadi apabila pihak pemasok menyediakan pembiayaan leasing
sendiri, maka akan dapat meningkatkan
kemampuan penjualan melebihi
tingkat penjualan dengan
menggunakan pembiayaan tradisional. Contoh: ACC (Astra Credit Company, BAF (Busan Auto Finance – Yamaha)
Indomobil Finance – Suzuki.
3.
Lease broker atau
packager
Berfungsi mempertemukan
calon lessee dengan
pihak lessor yang
membutuhkan suatu brang modal dengan cara leasing tetapi lease broker
ini tidak memiliki barang atau
peralatan untuk menangani
transaksi leasing untuk
atas namanya. Namun, perusahaan ini
memberikan satu atau
lebih jasa-jasa dalam usaha
leasing yang tergantung pada apa yang
dibutuhkan dalam suatu transaksi
leasing. Contoh: Era, Mentari, Ray White, Columbia, Columbus
E.
TEKNIK PEMBIAYAAN
LEASING
Dilihat dari jenis
transaksi leasing, teknik
pembiyaan leasing secara garis
besar dapat dibagi dalam dua
kategori, yaitu finance lease dan operating lease.
FINANCE LEASE
Teknik finance lease
biasanya juga disebut sebagai fill
pay out yaitu
suatu bentuk pembiayaan dengan
cara kontrak antara lessor dengan lesse, dengan catatan bahwa:
· lessor sebagai pihak pemilik barang atau objek leasing yang dapat
berupa barang bergerak atau tidak bergerak yang memiliki umur maksimum sama
dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut
· lessee berkewajiban membayar kepada lesor secra berkala sesuai
dengan jumlah dan jangka waktu yang
disetujui. Jumlah yang
dibayar tersebut merupakan angsuran atau lease payment yang
terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan
lessor dan tingkat
keuntungan (spread) yang diinginkan lessor
· lessor dalam jangka
waktu perjanjian yang
disetujui tidak dapat
secara sepihak mengakhiri masa
kontrak atau pemakaian
barang tersebut. Risiko
ekonomis termasuk biya pemeliharaan dan biya lainnya yang berhubungan dengan
barang yang disewa tersebut ditanggung oleh lessee lesse pada akhir kontrak
memiliki hak opsi
untuk membeli barang
tersebut sesuai dengan nilai
sisa yang disepakati atau
mengembalikanpadalessoratau memperpanjang masa seawa guna usaha sesuai dengan
syarat-syarat yang disetujui
bersama
· pembayaran berkala pada masa perpanjangan sewa tersebut biasanya
jauh lebih rendah dari angsuran sebelumnya
Dalam
praktiknya, finance lease dapat dibagi
dalam beberapa bentuk transaksi antara
lain sebagai berikut:
1. Direct finance lease
Dalam transaksi ini, pihak lessor membeli barang modal atas
permintaan dari lessee dan langsung
disewagunakan kepada lessee. Lessee juga dapat terlibat
dalam proses pembelian barang modal dari pemasok.
2. Sale and lease back
Pihak lessee menjual barang modalnya kepada lessor untuk kemudian
dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut dengan jangka waktu yang
disepakati bersama. Metode transaksi ini membantu lessee yang mengalami
kesulitan modal kerja.
3. Leveraged lease
Dalam proses sewa guna usaha ini, pihak yang terlibat adalah
lessor, lessee, dan kreditor jangka panjang
dalam membiayai objek leasing.
Pihak kreditor jangka panjang inilah yang
biasanya justru memberikan porsi
yang besar dalam pembiyaan. Kreditor
jangka panjang, biasanya lembaga
keuangan misalnya bank yang
akan menyediakan pembiayaan sebesar
60%-80% yang disebut
leverage debt without recourse kepada
pihak lessor. Apabila pihak
lessee mengalami default
dan tidak mampu
mengangsur, lessor tidak ikut bertanggung jawab terhadap bank.
4. Syndicated lease
Metode ini terjadi apabila
pembiyaan sewa guna usaha
dilakukan oleh lebih
dari satu lessor. Kerja sama
antar lessor ini
didasarkan pada pertimbangan risiko
atau objek leasing yang
membutuhkan dana dalam jumlah besar.
5. Vendor program
Vendor program adalah suatu
metode penjualan yang dilakukan
oleh dealer kepada konsumen dengan mendapatkan
fasilitas leasing. Lessor
akan membayar angsuran secara periodik langsung kepada
lessor atau melalui dealer.
OPERATING LEASE
Operating lease dapat juga disebut dengan leasing biasa yaitu suatu perjanjian kontrak
ntara lessor dengan lessee, dengan catatan bahwa:
·
Lessor sebagai pemilik objek
leasing menyerahkannya kepada pihak lessee untuk
·
digunakan dengan
jangka waktu relative lebih pendek
dari umur ekonomis barang modal tersebut
·
Lessee atas
penggunaan modal tersebut,
membayar sejumlah sewa
secara kepada lessor yang jumlahnya tidak meliputi
jumlah keseluruhan biaya perolehan barang
tersebut beserta
bunganya.Hal ini disebut
nonfull pay out lease.
·
Lessor menanggung segal
risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut
·
pada akhir kontrak harus
mengembalikan objek leasing pada lessor
·
Lessee dapat membatalkan perjanjian
kontrak leasing sewaktu-waktu (cancelable).
F.
MANFAAT LEASING
Pembiayaan melalui leasing memberikan beberapa keuntungan anatar
lain:
1. Menghemat modal Untuk
memulai usaha, lessee
tidak perlu menyediakan
dana dalam jumlah besar
untuk menyiapkan barang-barang
modal, dana yang
tersedia dapat dialokasikan untuk
kebutuhan yang lebih urgent.
2. Diversifikasi sumber-sumber pembiayaan Adanya sumber pembiyaan
selain dari bank
akan memberikan keleluasaan
dan alternatif untuk membiayai
usahanya tanpa khawatir adanya kebijaksanaan pengetatan ekspansi
kredit perbankan yang
akan membahayakan kelanjutan usahnya.
3. Persyaratan yang kurang ketat dan lebih fleksibel Dipandang dari
sisi perjanjiannya, leasing
lebih luwes karena dapat
dengan lebih mudah menyesuaikan
dengan keadaan keuangan lessee.
4. Biaya lebih murah Penggunaan
suatu brang atau
peralatan melalui metode leasing jauh
lebih murah dibandingkan dengan
kredit bank berdasarkan
perhitungan nilai sekarang
(present value)
5. Di luar neraca (off-balance sheet) Tidak adanya ketentuan yang
mengharuskan untuk mencantumkan transaksi leasing dalam neraca perusahaan, member
daya tarik tersendiri bagi
lessee yang berarti prosedur pembelian
aktiva tidak perlu dipenuhi
secara terperinci karena masih dalam batas kewenangan direksi.
6. Menguntungkan arus kas Keluwesan
pengaturan pembayaran sewa sangatlah penting
dalam perencanaan arus dana
kerena pengaturan ini akan
mempunyai dampak yang
berarti bagi pendapatan lessee.
7. Proteksi inflasi Leasing dapat memberikan perlindungan terhadap
inflasi dimana dalam tahun-tahun berikutnya setelah kontrak leasing dilakukan
khususnya apabila leasing berdasarkan suku
bunga tetap maka lessee membayar
dengan jumlah tetap
atas sisakewajibannya yang
berasal dari pelunasan pembelian yang dilakukan dimasa lalu.
8. Perlindungan akibat kemajuan teknologi Dengan memanfaatkan
leasing, lessee dapat
terhindar dari kerugian
akibat barang yang disewa tersebut mengalami
ketinggalan model atau
system yang disebabkan oleh pesatnya perkembangan
teknologi.
9. Sumber pelunasan kewajiban Pembatasan pembelanjaan
dalam perjanjian kredit dapat
diatasi melalui leasing karena pelunasan atau
pembayaran sewa hampir selalu
diperkirakan berasal dari modal kerja yang dihasilkan oleh adanya
aktiva yang disewa.
10. Kapitalisasi biaya Adanya biaya-biaya tambahan selain
harga perolehan seperti biaya penyerahan, intalasi, pemeriksaan,
konsultan, percobaan, dan sebagainya dapat dipertimbangkan sebagai biaya modal yang dapat
dibiayai dalam leasing dan
dapat disusutkan berdasarkan
lamanya masa leasing.
11. Risiko keuangan Dalam keadaan
yang serba tidak menentu,
operating lease yang berjangka waktu relatif singkat
dapat mengatasi kekhawatiran
lessee terhadap risiko
keuangan. sehingga lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap
dini yang mungkin terjadi.
12. Kemudahan penyusunan anggaran Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap
merupakan kemudahan dalam penyusunan anggaran tahunan lessee.
13. Pembiyaan proyek skala
besar Adanya keengganan untuk memikul
risiko investasi dalm pembiayaan proyek
yang sering kali menjadi
masalah diantara pemberi dana biasanya dapat diatasi
melalui perusahaan leasing sepanjang tersedianya suatu jaminan penuh
yang dapat diterima dan kemudahan untuk
menguasai aktiva yang
dibiayai apabila terjadi suatu kelalaian.
G. PERLAKUAN AKUNTANSI LEASING
1.
Perlakuan Akuntansi
oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee)
Kejadian-kejadian yang
terjadi di perusahaan
setelah diidentifikasi barulah
dilakukan pencatatan.
Berikut ini akan
dijelaskan cara
memperlakukan transaksi yang
terjadi menurut Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK no. 30).
Perlakuan akuntansi berbeda-beda pada tiap transaksi pada setiap
jenis lease.
1.1.Pada
Capital Lease
a.
Transaksi sewa guna usaha
diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai
tunai dari seluruh
pembayaran sewaguna usaha
ditambah nilai sisa (harga opsi) yang
harus dibayar oleh
penyewa gunausaha pada akhir masa
sewa guna usaha. Selama masa sewa
guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan
dicatat sebagai angsuran
pokok
kewajiban sewa guna usaha
dan beban bunga berdasarkan tingkat
bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
b.
Tingkat diskonto yang
digunakan untuk menentukan nilai tunai
dari pembayaran sewaguna usaha adalah
tingkat bunga yang dibebankan
oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang
berlaku pada awal sewa guna usaha
c.
Aktiva yang disewaguna usahakan harus
diamortisasi dalam jumlah yang
wajar berdasrskan taksiran masa manfaatnya.
d.
Kalau aktiva yang disewa
guna usaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan
antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau
dikreditkan pada tahun berjalan.
e.
Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan
sebagai kewajiban lancar
dan jangka panjang sesuai praktek
yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
f.
Dalam hal melakukan
penjualan dan penyewaan
kembali (sales and
leaseback) maka transkasi tersebut
haru dilakukan sebagai
dua transaksi terpisah, yaitu
transaksi penjualan dan trandsaksi
sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan
nilai buku aktiva yang dijual
harus diakui dan
dicatat sebagai keuntungan
atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi
atas keuntungan atau
kerugian yang ditangguhkan
harus dilakukan secara
perporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang
disewa guna usaha apabila
leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa
apabila leaseback merupakan operating lease.
1.2.Pada Sewa
Menyewa Biasa (Operating Lease)
Pembayaran sewa guna usaha
selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat
berdasarkan metode garis lurus
selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan
dalam jumlah yang tidak sama pada setiap periode.
Barang
modal yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktivasewa
guna usaha berdasarkan harga perolehan.
Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilukan
dalam jumlah yang layak
berdasarkan taksiran masa manfaatnya. Kalau
aktivayang disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai buku
dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun
berjalan.
2. Perlakuan Akuntansi Oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor)
Berbeda dengan pihak lessee,
lessor memperlakukan transaksi sebagai berikut :
2.1.Pada
Finance lease
a. Penanaman netto dalam aktiva yang disewaguna ushakan harus diperlakukan dan dicatat
sebagai penanaman netto sewa guna usaha. Jumlah
penanaman netto terdiri dari jumlah piutang sewa guna usaha
ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh perusahaan sewa guna
usaha pada akhir masa sewa guna usaha dikurangai dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum
diakui (unearned lease income), dan simpanan jaminan (security income).
b. Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai
sisa (harga opsi) dengan
perolehan aktiva yang disewaguna usahakan diperlukan sebagai pendapatan sewa
guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
c. Pendapatan sewa guna usaha
yang belum diakui harus
dialokasikan secara konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan
berdasarkan tingkat pengembalian berkala (Periodie rate of retur) atas
penanaman netto perusahaan sewa guna usaha.
d. Apabila perusahaan sewa
guna usaha menjual barang modal
kepada penyewa gunausaha sebelum
berakhirnya masa sewa guna usaha maka perbedaan antara harga jual dengan
penanaman netto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan harus
diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
e. Pendapatan lain yang
diterima sehubungan dengan
transaksi sewa guna usaha harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan
periode berjalan.
2.2.Pada
Operating Lease
a.
Barang modal yang
disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktivasewa guna usaha
berdasarkan harga perolehan.
b.
Pembayaran sewa guna usaha
(lese payment) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa guna usaha
diakui dan dicatat
sebagai pendapatan sewa.
Pendapatan sewaharus diakui
dan dicatat berdasarkan
metode garis lurus sepanjang
masa sewa gunausaha,
meskipun pembyaran sewa guna
usaha mungkin dilakukan dalam jumlah
yang tidak sama setiap periode
c.
Penyusutan aktiva yang
disewagunausahakan harus dilakukan dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran
masa manfaatnya.
d.
Kalau aktiva yang
disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai
buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai kerugian atau keuntungan
tahun berjalan.
KESIMPULAN
Dalam menjalankan
operasinya perusahaan
membutuhkan aktiva tetap dan
untuk memperolehnya perusahaan
dapat menggunakan cara yang
berbeda-beda. Salah satu
yang paling mudah adalah
dengan cara membelinya. Memperoleh
aktiva tetap dengan cara pembelian menimbulkan berbagai
keuntungan dan kerugian bagi pernsahaan dan memerlukan berbagai pertimbangan.
Perusahaan perlu memikirkan apakah dana yang ada mencukupi atau diperlukan
suatu pinjaman, dan resiko lain seperti ketinggalan zaman sehingga tidak
ekonomis lagi bila dipakai ataupun ada resiko kegagalan memakai serta
kemungkinan biaya pemeliharaan yang
terlalu tinggi. Cara lain
dalam memperoleh aktiva yang dapat
diterapkan adalah dengan cara leasing.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-
Jakarta/documents/publication/wcms_141441.pdf
http://blog.uin-malang.ac.id/abrorainun/2010/10/13/leasing/
http://qyki.blogspot.com/2009/11/penggolongan-perusahaan-sewa-guna-usaha.html
Jendriksen, Eldon S, Teori Akuntasni
Jilid I, Edisi
Keempat, Terjemahan Gunawan
Hutauruk Erlangga, Jakarta, 1987, hal. 301
Kosasih, Ruchyat, Untaian Standar Akuntansi Keuangan,
Ananda, Yogyakarta, 1982.
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan,
Salemba Empat, Jakarta, 1994.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking