Kemenangan-kemenangan yang diperoleh pasukan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam Perang Salib dulu betul-betul membekas di pihak Kristen. Mereka frustasi dengan kemenangan-kemenangan kaum muslimin.
Strategi dan taktik perang yang dimiliki Pasukan Salib Kristen selama itu tidak selalu efektif dalam memerangi kaum muslimin. Dan mereka dituntut untuk berpikir kembali soal cara memenangi peperangan dengan kaum muslimin waktu itu.
Adalah Raymond Lull, atau kadang disebut juga sebagai Raymond Lully, yang mesti kita ingat di sini. Lahir pada tahun 1233 di Palma, Mallorca, di Spanyol sekarang, Lull adalah seorang misionaris dan seorang pemikir Catalan, Spanyol.
Tergugah oleh kekalahan-kekalahan yang menimpa orang-orang Kristen dalam rangkaian Perang Salib, Lull kemudian menganjurkan agar diadakan kajian-kajian tentang Dunia Timur dan segala yang berhubungan dengan Dunia Timur (oriental studies). Kajian ini kelak lebih dikenal sebagai orientalisme dan orang yang mendalaminya disebut sebagai orientalis.
Bagi mereka yang berada di Eropa waktu itu, Dunia Timur yang dimaksud adalah wilayah-wilayah kekuasaan Islam yang membentang dari benua Afrika sampai ke anak-benua India. Dengan mengkaji seperti itu, diharapkan metode kekerasan dalam Perang Salib dapat segera digantikan dengan metode persuasif yang lebih hemat waktu, biaya, dan tenaga.
Atas anjuran Lull tersebut, pada tahun 1250 M, berdirilah sekolah orientalis pertama di Toledo, Spanyol. Karena itu, tidak-bisa-tidak, Lull merupakan bapak orientalisme dalam sejarah dunia.
Lull sendiri mendirikan sebuah universitas untuk biarawan-biarawan Kristen di Mallorca. Di universitas itu, mereka diminta untuk mempelajari bahasa Arab agar dapat mempelajari naskah-naskah berbahasa Arab dan menerjemahkannya.
Perkembangan itu pada akhirnya berlanjut, meskipun pada tahun 1315 M Lull meninggal dunia. Di Universitas Paris dan Universitas Louvain, Perancis, serta Universitas Salamanca, misalnya, ikut pula didirikan kajian tentang bahasa Arab dan Tartar.
Pada hari ini, gagasan Lull memang betul-betul jenial. Orientalisme melahirkan perang “gaya baru” melawan kaum muslimin.
Perang “gaya baru” itu tidak lain dari perang ideologi. Dan berabad-abad lamanya, ternyata, banyak sekali kaum muslimin yang akhirnya menyerah dan kalah melawan perang “gaya baru” yang dilancarkan orang-orang kafir itu.
Tentang perang ideologi, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz pernah ditanya. Waktu itu, beliau menjawab,
“Perang ideologi adalah istilah baru yang berarti segala bentuk usaha yang dilakukan oleh satu bangsa dari bangsa-bangsa yang ada untuk menguasai bangsa yang lain. Paling tidak, usaha-usaha itu memberikan pengaruh, sehingga korban perang ini menjadi seperti apa yang diinginkan oleh bangsa yang menguasainya. Perang seperti ini lebih berbahaya ketimbang perang fisik, karena perang jenis ini sejatinya adalah penyerangan terhadap sesuatu yang tidak terlihat dan menggunakan cara-cara yang sangat keji. Bangsa yang menjadi korban tidak akan merasa dan tidak pula dalam keadaan siap menghadapinya, sampai betul-betul telah menjadi mangsanya. Akibat jauh dari perang ideologi adalah sebuah generasi bangsa yang rusak akal dan nuraninya; mereka menginginkan apa yang diinginkan musuh mereka dan membenci apa yang juga juga dibenci musuh mereka. Perang ideologi adalah penyakit ganas yang menyerang banyak bangsa, sehingga bangsa-bangsa yang menjadi korban akan kehilangan identitas diri dan nilai-nilai luhur bangsa, bahkan kekuatan bangsa itu sendiri. Mereka yang menjadi korban tidak akan menyadari semua itu. karenanya, memulihkan dan memecahkan masalah yang timbul dari perang ideologi adalah satu hal yang tidak gampang.”
Menariknya, Syaikh Abdul Aziz bin Baz tidak berhenti sampai di situ. Pada hasil transkripsi jawaban yang dimuat dalam Ghazwul Fikri, beliau bahkan menambahkan,
“Kaum muslimin secara umum sedang menghadapi perang ideologi itu, termasuk pula bangsa Arab. Orang-orang kafir dari ujung timur sampai ujung barat saling mengajak sesama mereka untuk mengobarkan perang ideologi ke tengah kaum muslimin. Di antara mereka yang paling dahsyat mengobarkan perang itu adalah (a) orang-orang Yahudi, (b) orang-orang Nasrani, dan (c) kelompok-kelompok sempalan di dalam Islam.”
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking