I. PENDAHULUAN
A. Latar BelakangKita ketahui bahwa salah satu kendala dalam usaha peningkatan di bidang pertanian adalah adanya gangguan akibat serangan hama yang secara tidak langsung keberadaan hama ini akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi petani di daerah tersebut.
Serangan hama tanaman merupakan salah satu kendala yang sangat meresahkan para petani. Bagaimana tidak, dalam batas tertentu populasi hama dapat menyebabkan penurunan produksi pertanian yang akhirnya dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi petani. Serangan hama tersebut dapat terjadi pada berbagai komoditas baik itu komoditas pangan, holtikultura maupun perkebunan.. Keberadaan hama disuatu daerah sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitarnya seperti cuaca, factor geografis serta tindakan manusia, sehingga jenis hama, dominansi, intensitas dan luas serangannya berbeda antar daerah satu dengan yang lain.
Komponen utama langkah-langkah perlindungan, dewasa ini adalah penggunaan pestisida. Meskipun demikian banyak contoh klasik yang berhasil mengendalikan hama dengan pengendalian hayati dan penggunaan varietas yang resisten; akan tetapi pengunaannya terbatas pada beberapa tanaman, terhadap beberapa hama, dan di beberapa daerah saja. Meskipun demikian kecenderungan dan pemakaian metode ini secara konsisten bertambah dan ada bukti dalam program penelitian lembaga nasional maupun internasional. Alat penting lainnya yang dapat digunakan secara efektif untuk menghindarkan atau menekan populasi adalah manipulasi cara bercocok tanam atau agronomi dalam sistem usaha tani. Namun kunci dari keberhasilan pengendalian serangan hama disuatu daerah sangatlah bergantung dari identifikasi, inventarisasi dan analisis permasalahan hama dan lapangan yang dihadapi petani di suatu daerah, sehingga tindakan pengendalian yang dilakukan tepat dan terpadu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian hama berhubungan erat dengan kepentingan ekonomi manusia. Hama dapat didefinisikan sebagai binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi karena menurunkan produksi tanaman baik kualitas maupun kuantitas. Dengan demikian tidak semua binatang dapat berstatus sebagai hama (Mudjiono et al., 1991).Hama adalah suatu penyebab kerusakan pada tanaman yang dapat dilihat dengan pancaindera (mata). Hama tersebut dapat berupa binatang. Hama dapat merusak tanaman secara langsung maupun tak langsung. Hama yang merusak tanaman secara langsung dapat dilihat bekasnya pada tanaman yang diserang, misalnya gerekan dan gigitan. Sedangkan hama yang merusak tanaman secara tidak langsung biasanya melalui penyakit (Matnawy, 1989).
Hama menjadi masalah karena merusak tanaman dengan cara makan, bertelur, berkepompong, berlindung, atau bersarang tergantung spesiesnya. Hama melukai tanaman, menyebabkan kerusakan, mengurangi hasil panen, mengurangi pendapatan petani, dan akhirnya mengurangi
kesejahteraan masyarakat. Salah satu faktor yang menentukan pentingnya suatu hama adalah potensi atau kemampuan merusak hama tersebut. Salah satu cara merusak ialah dengan mengambil pakan baik dalam bentuk padat maupun cair menggunakan alat mulutnya. Tanda dan gejala serangan ini sangat penting dalam pekerjaan monitoring hama, karena tanda serangan tiap jenis hama khas atau spesifik sehingga keadaan suatu hama pada suatu saat dapat diketahui dengan pasti dan benar (Wagiman, 2003).
Pengamatan populasi hama secara garis besar dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu (1) pengamatan populasi mutlak, (2) pengamatan populasi relatif dan (3) pengamatan indeks populasi. Masing-masing cara tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri sehingga perlu ditentukan cara mana yang dipilih untuk memberikan keefektivan yang paling besar (Harjaka dan Sudjono, 2005).
Penggunaan pestisida, di samping pertimbangan lingkungan dan lainnya, akan tergantung pada persyaratan energi dan rasio masukkan atau keluaran dalam istilah enrgi dan keuntungan ekonomi. Karena itu srategi yang akan datang dalam mengembangkan langkah-langkah perlindungan tanaman secar terpadu harus ditujukan pada pengendalian hama untuk menstabilkan angka hasil (yield) dalam konteks perkembangan pertanian dan situasi sosio ekonomi. Menurut Untung (1993), pengendalian kimiawi adalah penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama agar hama tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang diusahakan. Pestisida mungkin merupakan bahan kimiawi yang dalam sejarah umat manusia telah memberikan banyak jasanya baik dalam bidang pertanian, kesehatan, pemungkinan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pertanian modern, pestisida telah menjadi bagian yang penting sekali dan tidak dapat dibuang. Namun demikian pestisida adalah zat yang sangat beracun, yang apabila tidak digunakan dengan bijaksana dapat menimbulkan pengaruh atau efek samping yang tidak diinginkan. Maka, untuk melindungi keselamatan manusia, sumber – sumber kekayaan perairan, flora dan fauna serta untuk menghindari kontaminasi lingkungan peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida perlu diatur. Hal itu tercakup dalam peraturan pemerintah no 7 tahun 1993. tujuan dari peraturan itu supaya pestisida digunakan dengan benar, aman, efektif dan efisien ( Wardoyo, 1997).
Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama dalam arti luas (jasad pengganggu). Kata pestisida berasal dari kata pest = hama (jasad pengganggu) dan sida = pembunuh. Jadi, artinya adalah pembunuh hama (jasad pengganggu) yang bertujuan meracuni hama, tetapi kurang atau tidak meracuni tanaman atau hewan (Martin dan Woodcock, 1983 cit. Triharso, 2004).
Pestisida saat ini merupakan sarana pengendalian OPT yang paling banyak digunakan seluruh petani di Indonesia karena dianggap efektif, secara ekonomi menguntungkan. Pada komoditi buah-buahan dan sayuran, penggunaan pestisida sudah berlebihan dan sangat membahayakan kesehatan pekerja, konsumen, masyarakat dan lingkungan. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan dasar petani tentang pestisida sangat kurang. Beberapa penyimpangan yang dilakukan petani adalah masalah penyemprotan melebihi anjuran atau di bawah baku anjuran, interval penyemprotan diperpendek, peningkatan praktek “campur-mencampur” pestisida yang tidak sesuai, serta ketidaksesuaian alat (nozel) dengan volume semprot yang digunakan (Untung, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Harjaka, T., dan S. Sudjono. 2005. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. YogyakartaMatnawy, H. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Untung, K. 2006. Hand Out Kuliah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mudjiono, G., B. T. Rahardjo., T. Himawan. 1991. Hama-hama Penting Tanaman Pangan. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Wagiman, F. X. 2003. Hama Tanaman: Cemiri Morfologi, Biologi dan Gejala Serangan. Jurusan Hama Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Wardoyo,S. 1997. Aspek Pestisida di Indonesia. Edisi ketiga. Pusat penelitian pertanian. Bogor.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking